BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemikiran
keislaman yang berkembang pada masa sekarang ini telah dilakukan
melalui berbagai perspektif dan metodologi. Dimana setiap perspektif
dan metode yang digunakan mempunyai ciri tersendiri disamping kelebihan
dan kekurangan yang melekat pada perspektif dan metode tersebut
tentunya. Mukti
Ali menyatakan bahwa dalam mempelajari dan memahammi Islam terdapat 3
(tiga) cara yang jelas yakni naqli (tradisional), aqli (rasional) dan
kasyfi (mistis). Ketiga pendekatan tersebut telah ada dalam pola
pemikiran Rasulullah SAW dan terus dipergunakan oleh para ulama Islam
setelah beliau wafat hingga saat ini. Ketiga metode tersebut dalam
operasionalnya lebih dikenal dengan istilah pendekatan bayani, irfani
dan burhani.
Tawaran
pendekatan ini sengaja diarahkan pada upaya merekonstruksi pemahaman
dalam wilayah baru yang belum ada teks hukumnya dengan menghargai
tradisi secara proporsional sekaligus mengurangi kesan arogansi
intelektual. Upaya ini dilakukan melalui penggabungan teori sistem dan
teori aksi di dalam perangkat analisisnya.
Dalam
rangka mencapai suatu intepretasi yang tepat dalam memahami agama
dengan segala aspek yang terkandung di dalamnya diperlukan metode-meode
yang dapat dipergunakan untuk mendapat pemahaman yang tepat. Islam yang
diturunkan di Arab lahir dan berkembang seiring dengan adat budaya
Arab. Hal ini memerlukan pengkajian yang komprehensif sebab sumber
agama Islam yakni Al Qur’an dan Sunah berbahasa Arab. Sehingga untuk
memahaminya wajib untuk memahami bahasa Arab.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEGUNAAN METODOLOGI
Sejak
kedatangan Islam abad ke-13 hingga saat ini, pemahaman tentang
ke-Islaman ummat Islam di Indonesia sangat variatif. Keadaan ini juga
terjadi pada negara lain. Gejala seperti ini apakah memang sudah alami
yang menjadi sebuah kenyataan untuk bisa diambil hikmahnya, ataukah
diperlukan standart umum untuk bisa mengetahui keadaan yang variatif
seperti ini. Sehingga sesuatu yang variatif ini tidak keluar dari
ajaran yang tekandung dalam al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga tidak akan
keluar dari keabsahannya.
Adanya
sejumlah orang yang pengetahuan tentang ke-Islamannya cukup luas dan
mendalam, namun tidak terkoordinasi dan tidak tersusun secara sistemik.
Karena orang tidak menerima Islam secara sistemik maka antara guru satu
dengan yang lainnya tidak akan pernah ketemu karena tidak sebuah
silabus yang mengacu menjadi satu kesatuan.
Sebagai
contoh, misalkan ada orang yang menguasi ilmu Fiqh tetapi tidak
memahami ilmu-ilmu yang lain setiap ada masalah jawabannya selalu ilmu
fiqh yang diberikan. Kalau kepada mereka tentang bagaimana cara
mengatasi masalah pelacuran maka yang ada hanya bagaimana menghancurkan
tempat pelacuran tersebut. Padahal tidak bisa mengatasi persoalan
pelacuran menghancurkan tempatnya saja, karena dalam masalah itu tidak
serta merta hanya masalah pelacuran tetapi ada masalah yang lauin yaitu
ketenaga kerjaan, kesenjangan sosial, struktur sosial, sistem
perekonomian dan sebagainya.
B. BEBERAPA PENDAPAT TENTANG ISLAM
Ada
dua sisi yang dapat digunakan untuk memahami pengertian Agama Islam,
yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kebahasaan Islam dari
bahasa Arab salima selamat, sentosa dan damai.
Kemudian Aslama berserah diri masuk dalam kedamaian.
NUR CHOLIS MAJID : Sikap pasrah kepada Tuhan adalah merupakan hakikat dari pengertian islam.
MAULANA
MUHAMMAD ALI : Islam adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokok
yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan ummat manusia
menjadi bukti nyata.
Dari sisi peristilahan dalam memberi pengertian para ilmuwan beragama dalam memberi pengertian antara lain adalah :
Ahmad Abdullah Al-Masdoosi (1962) :
Islam
adalah Kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia
digelarkan ke muka bumi, dan terbina dalam bentuknya terakhir dan
sempurna dalam al-Qur’an yang suci yang diwahyukan Tuhan Kepada
Nabi-Nya yang terakhir yakni Nabi Muhammad Ibnu Abdullah, satu kaidah
yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup
manusia baik spritual maupun material.
Pengertian Islam menurut Maulana Ali dapat dipahami dari Firman Allah surat Al-Baqorah ayat 208 :
يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ أمَنُوْاادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَافَّةَ وَلاَتَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ اِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Hai Orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Kedamaian/Islam secara menyeluruh dan jangan kamu ikuti langkah-langkah Setan. Sesungguhnya setan musuh yang nyata bagimu” Kata السـلم yang dalam ayat diatas diterjemahkan kedamaian atas Islam, makna dasarnya adalah damai atau tidak mengganggu.
HARUN NASUTION: Islam sebagai agama adalah agama yang ajaran-ajaranya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui nabi Muhammad sebagai rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya satu segi, tetapi mengenai beberapa segi dari kehidupan manusia.
ORIENTALIS : islam sering di identikkan dengan Mohammadanism dan Mohammedan. Peristilahan ini disamakan pada umumnya agama diluar Islam yang namanya disandarkan kepada nama pendirinya.
Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui Rasul-rasul-Nya berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam semesta.
C. AKIBAT YANG TIMBUL DARI PEMAHAMAN ISLAM
Perjalanan
Islam samapi kini telah melampui kurun waktu lima belas abad dan
dipeluk oleh manusia diseluruh penjuru dunia. Pemikiran Islam dapat
diibaratkan dengan sebagai sungai yang besar dan panjang. Wajar jika
sumber mata airnya yang semula bening dan jernih serta mengalir pada
alur sempit dan deras dalam perjalanannya menuju muara kian melebar,
berliku-liku dan bercabang-cabang. Airnya kian pekat karena mengangkut
pula lumpur dan sampah. Geraknyapun menjadi lamban.
Setiap
pemikiran yang kemudian didukung oleh sekelompok orang, idenya muncul
dan nafasnya dihembuskan oleh semangat tokoh pemikir. Setiap pemikir
ketika melontarkan gagasan atau buah pikirannya tidak lepas oleh
situasi lingkungan yang dihadapi , pandangan hidup dan sikap
politiknya. Menurut Sosiologi pemikiran teologi dan filosofi selalu
terkait dengan politik atau kemasyarakatan, demikian juga sebaliknya.
Jika teori ini benar, maka kajian pemikiran Islam hanya dibagi dalam
bidang teologi (kalam), sufisme dan filsafat saja dengan meninggalkan
ketatanegaraan(politik) dan hukum, menjadi sebuah kajian yang tidak
lengkap. Dengan demikian untuk menghasilkan Islam secara utuh dan
menyeluruh perlu menatapnya dari berbagai situasi yang mengitari
disekitar kalahiran Islam tersebut serta tokoh-tokoh yang
mengembangkannya.
Pencampuradukkan
antara Islam sebagai agama dan Islam sebagai rangka historis bagi
pengembangan budaya dan peradaban telah dilanggengkan dan pernah
berkembang lebih kompleks hingga hari ini. Namun demikian,
masyarakat-masyarakat Islam harus dikaji dalam dan untuk diri sendiri.
Mempelajari
Islam dengan metode ilmiah saja tidak cukup, karena metode dan
pendekatan dalam memahami Islam yang demikian itu masih perlu
dilengkapi dengan metode yang bersifat teologis dan normatif. Untuk itu
dalam memahami dan menelaah ajaran Islam yang ada dalam buku-buku
ilmiah terkadang perlu kita cermati apakah ajaran ini persial atau
apakah sudah komprehensif.
D. BEBERAPA METODE MEMAHAMI ISLAM
Kami mencoba menelusuri metode memahami Islam sepanjang yang dapat dijumpai dari berbagai literaratur ke-islaman.
Dalam
buku yang berjudul Tentang Sosiologi Islam, karya Ali Syariati dijumpai
uraian singkat tentang metode memahami yang pada intinya Islam harus di
lihat dari berbagai dimensi. Dalam hubungan ini ia mengatakan jika kita
meninjau Islam dari satu sudut pandangan saja, maka yang akan terlihat
hanya satu dimensi saja dari gejalanya yang bersegi banyak. Mungkin
kita berhasil melihatnya secara tepat, namun tidak cukup apabila kita
memahami secara keseluruhan.
Ali Syariati lebih lanjut mengatakan, ada berbagai cara memahami Islam
a. Dengan mengenal Allah dan membandingkan-Nya dengan sesembahan agama lain
b. Dengan
mempelajari Kitab suci Al-Qur’an dan membandingkan dengan kitab-kitab
samawi (atau kitab-kitab yang dikatakan sebagai samawi) lainnya.
c. Mempelajari kepribadian Rasul Islam dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh besar pembahruan yang pernah hidup dalam sejarah.
d. Mempelajari tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkan tokoh-tokoh utama agama maupun aliran-aliran pemikiran lain.
Pada
intinya metode ini adalah metode komparasi (perbandingan). Secara
akademis suatu perbandingan memerlukan persyaratan tertentu.
Perbandingan menghendaki obyektifitas.
Selain dengan menggunakan pendekatan komparasi, Ali Syariati juga menawarkan cara memahami Islam melalui pendekatan aliran. Tugas intelektual hari ini ialah mempelajari memahami Islam sebagai aliran pemikiran yang membangkitkan kehidupan manusia, perseorangan maupun masyarakat.
Selain dengan menggunakan pendekatan komparasi, Ali Syariati juga menawarkan cara memahami Islam melalui pendekatan aliran. Tugas intelektual hari ini ialah mempelajari memahami Islam sebagai aliran pemikiran yang membangkitkan kehidupan manusia, perseorangan maupun masyarakat.
NASRUDDIN
RAZAK metode memahami Islam sama dengan Ali Syariati menawarkan metode
pemahaman Islam secara menyeluruh. Memahami Islam secara menyeluruh
adalah penting walaupun tidak secara detail. Begitulah cara paling
minimal untuk memahami agama paling besar sekarang ini agar menjadi
pemeluk agama yang mantap dan untuk menumbuhkan sikap yang hormat bagi
pemeluk agama lainnya. Untuk memahami agama Islam secara benar
Nasruddin Razak mengajukan empat cara :
1. Islam
harus dipelajari dari sumber aslinya Al-Qur’an dan hadits. Kekeliruan
memahami Islam, karena orang mengenalnya dari sebagian ulama dan
pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Al-Qur’an dan Al-Sunah, atau
melalui pengenalan dari sumber kitab-kitab fiqh dan tasawuf yang
semangatnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Mempelajari
Islam dengan cara demikian akan menjadikan orang tersebut sebagai
pemeluk Islam yang sinkretisme, yakni bercampur dengan hal-hal yang
tidak islami jauh dari ajaran islam yang murni.
2. Islam
harus di pelajari dengan integral, tidak dengan cara persial artinya ia
dipelajari secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang bulat tidak
secara sebagian saja. Memahami Islam secara persial akan membahayakan,
menimbulkan skeptis, bimbang dan penuh keraguan.
3. Islam
perlu dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar
dan sarjana-sarjana Islam, karena pada umumnya mereka memiliki
pemahaman Islam yang baik yaitu pemahaman yang lahir dari perpaduan
ilmu yang dalam terhadap ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah dengan
pengalaman yang indah dari praktek ibadah yang dilakukan setiap hari.
4. Islam
hendaknya dipelajari dari ketentuan teologi normatif yang ada dalam
al-Qur’an, baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris
dan sosiologis yang ada di masyarakat.
Selain
itu Mukti Ali juga mengajukan pendapat tentang metode memahami Islam
sebagaimana yang dikemukakan oleh Ali Syariati yang menekankan
pentingnya melihat Islam secara menyeluruh. Dalam hubungan ini Mukti
Ali mengatakan, apabila kita melihat Islam hanya dari satu segi saja,
maka kita hanya akan melihat satu dimensi dari fenomena-fenomena yang
multi faset (terdiri dari banyak segi), sekalipun kita melihatnya itu
betul. Islam seharusnya dipahami secara bulat, yaitu pemahaman Islam
dipahami secara komprehensif.
Metode
lain yang diajukan Mukti Ali adalah metode tipologi. Metode ini banyak
ahli sosiologi dianggap obyentif berisi klasifikasi topik dan tema
sesuai dengan tipenya, lalu dibandingkan dengan topik dan tema yang
mempunyai tipe yang sama. Metode ini juga untuk memahami agama Islam,
juga agama-agama lain, kita dapat mengindentifikasi lima aspek dari
ciri yang sama dari agama lain, yaitu 1)aspek ketuhanan 2)aspek
kenabian 3)aspek kitab suci dan 4)aspek keadaan sewaktu munculnya nabi
dan orang-orang yang didakwahinya serta individu-individu terpilih yang
dihasilkan oleh agama itu.
Dari
beberapa metode diatas kita melihat bahwa metode yang dapat digunakan
untuk memahami Islam secara garis besar ada dua macam. Pertama metode
Komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh
aspek yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama lainnya, dengan
demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang obyektif dan utuh. Kedua,
Metode sintesis yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan antara
metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional obyektif, kritis dan
seterusnya dengan metode teologis normatif.
Metode
ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab suci.
Melalui metode teologis normatif ini seseorang memulai dari meyakini
Islam sebagai agama yang mutlak benar. Hal ini didasarkan pada alasan,
karena agama bersal dari Tuhan, dan apa yang berasal dari Tuhan Mutlak
benar, maka agamapun mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan
melihat agama sebagai norma ajaran yang berkaitan dengan aspek
kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal. Melalui
metode teologi normatif yang tergolong tua usianya ini dapat dihasilkan
keyakinan dan kecintaan yang kuat, kokoh dan militan pada Islam,
sedangkan metode ilmiah yang dinilai sebagai tergolong muda usianya ini
dapat dihasilkan kemampuan menerapkan Islam yang diyakini dan
dicintainya itu dalam kenyataan hidup serta memberi jawaban terhadap
berbagai permasalahan yang dihadapi manusia.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mukti
Ali menyatakan bahwa dalam mempelajari dan memahammi Islam terdapat 3
(tiga) cara yang jelas yakni naqli (tradisional), aqli (rasional) dan
kasyfi (mistis). Ketiga pendekatan tersebut telah ada dalam pola
pemikiran Rasulullah SAW dan terus dipergunakan oleh para ulama Islam
setelah beliau wafat hingga saat ini. Ketiga metode tersebut dalam
operasionalnya lebih dikenal dengan istilah pendekatan bayani, irfani
dan burhani. Islam
adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui
Rasul-rasul-Nya berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam semesta.
DAFTAR PUSTAKA
Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, 2006, Jakarta: Amanah, Hlm. 147
Abuddin NT, Metodologi Studi Islam, 2009, Jakarta: Rajawali Pers,,hl
Tidak ada komentar:
Posting Komentar